Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Keperluan Biologis Suami dan Praktik Poligami

Keperluan Biologis Suami dan Praktik Poligami
P : Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa dalam agama Islam, seorang suami diperbolehkan untuk menikah lagi dengan perempuan lain seandainya istrinya menderita sesuatu penyakit sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan suaminya. Akan tetapi, pada zaman sekarang banyak sekali laki-laki yang menikah dengan perempuan lain. Padahal, istrinya tidak menyimpang dari aturan yang ada dan dalam keadaan sehat.

Maka, apa hukum permasalahan ini?


J : Sesungguhnya Alloh SWT tidak mensyariatkan sebuah ikatan pernikahan untuk dijadikan sebagai sarana bagi kaum laki-laki untuk memperbudak kaum perempuan, karena tujuan sebuah pernikahan sangatlah banyak dan sebuah pengabdian bukanlah alasan sebuah pernikahan. Akan tetapi, ia datang seiring dengan berjalannya kehidupan bahtera rumah tangga.

Seandainya seorang perempuan menolak permintaan suaminya dalam mengurus kebutuhan rumah tangga, suami harus mendatangkan seorang pembantu bagi istrinya. Itu pun, seandainya orang yang berkecukupan sehingga mampu membayar pembantu. Oleh karena itu, kita harus dapat menggaris bawahi bahwa sebuah pernikahan bukanlah sarana untuk mengkhidmatkan diri kepada laki-laki. Akan tetapi, tujuan terpentingnya adalah menjaga kehormatan dan kesucian laki-laki.

Maka, katakanlah istrinya tidak dapat memberikan kebutuhan biologis karena sakit misalnya. Suami melihat ketidakberesan tersebut dalam diri istrinya tersebut. Maka, pada saat itu kita tidak boleh membiarkan suami untuk mencari dan berpindah hati kepada perempuan lain. Atau dengan kata lain, seorang laki-laki tidak boleh untuk menikahi beberapa perempuan guna menginjak-injak kehormatan mereka, dengan tujuan supaya laki-laki lain tidak dapat menikahi perempuan-perempuan yang telah dinikahinya.

Sebuah bencana akan menimpa kita seandainya kita melihat sebuah permasalahan dari satu perspektif saja, sehingga timbullah sebuah pertanyaan yang berbunyi, apa artinya seandainya seorang laki-laki yang telah beristri menerima pinangannya dan bersedia untuk dijadikan sebagai istri keduanya? Apakah ini bukan dikatakan sebagai bagian dari pelecehan hak dan kehormatan perempuan?

Saya katakan, ini berarti perempuan tadi telah memperlihatkan bahwa ia telah menerima laki-laki itu dengan seluruh konsekuensinya. Bisa jadi, dalam pandangannya, keputusan tersebut merupakan terbaik baginya.

Bahkan, kita dapat melihat bahwa ada seorang perempuan yang bersedia untuk dijadikan sebagai istri keempat, karena ia menganggap bahwa hal tersebut adalah keputusan terbaik baginya.

Oleh karena itu, agar sebuah permasalah dapat dinilai secara objektif, maka seorang perempuan harus mampu melihatnya dari berbagai sudut pandang yang berbeda. Dan bukan hanya dari sudut pandangnya pribadi. Karena, agama hanya memperbolehkan poligami seandainya hak-hak istri pertama dapat terpenuhi dengan baik.

Adapun jika seorang perempuan merasa bahwa dirinya akan sangat tersiksa secara emosional seandainya suaminya menikah lagi dengan perempuan lain, maka ia harus mensyaratkan akad pernikahan bahwa seandainya suami menikah lagi dengan perempuan lain, maka secara tidak langsung ia telah diceraikan. Akan tetapi, kita tidak diperbolehkan untuk menggugat berbagai perkara yang telah Alloh halalkan bagi manusia, karena pastilah setiap perkara tersebut memiliki hikmah yang tidak dapat kita ketahui.

Peristiwa buruk yang sering terjadi dalam proses poligami terkadang hadir karena unsur kesalahan manusia itu sendiri. Karena itu tidak jarang manusia sekarang lebih melihat dan mempergunakan legalisasi hukum diperbolehkannya poligami. Akan tetapi, mereka mengabaikan unsur asasi di dalamnya, yaitu sebuah nilai keadilan.

Alloh telah memerintahkan orang-orang yang hendak melaksanakan poligami untuk berlaku adil terhadap istri-istrinya. Sehingga, ketika seorang yang berpoligami tidak berlaku adil terhadao istri-istrinya, manusia pun mulai meragukan hukum Alloh dalam permasalahan ini. Akan tetapi, seandainya mereka dapat bersikap adil dan tidak berlaku dzalim terhadap istri-istri mereka, tidak akan terjadi kecemburuan dalam bahtera rumah tangga mereka.

Seorang perempuan telah mengadukan suaminya kepada Umar bin Khattab ra. perempuan itu menilai bahwa suaminya selalu taat beribadah kepada Alloh, akan tetapi ia mengabaikan kewajibannya sebagai suami. Perempuan tersebut berkata kepada Umar : “Suamiku selalu berpuasa di waktu siang dan shalat di waktu malam, akan tetapi… aku tidak mau mengadukan suamiku karena ketaatannya beribadah. “Umar pun tidak begitu mengerti dengan pengaduan perempuan tersebut, dan ia pun berkata : “Benarkah suamimu telah berlaku seperti iitu?”

Untungnya, ada seorang laki-laki yang menghadiri pertemuan tersebut kemudian ia berkata kepada Umar, “Wahai Umar, ia berbicara tentang hubungan biologis yang terjalin antara dirinya dengan suaminya.”

Maka, ketika itu Umar berkata kepada laki-laki tadi. “Engkau telah mengerti inti permasalahan ini, maka berikanlah jawaban untuk perempuan ini.” Ketika itu, suaminya mengatakan bahwa dirinya beribadah seperti itu karena merasa takut kepada Alloh SWT. Maka, laki-laki tadi pun berkata kepada sang suami bahwa dirinya diperbolehkan untuk beribadah tiga malam, ia boleh untuk  shalat malah sekehendak hatinya dan tidur bersama istrinya pada malam keempat, karena itu Alloh telah memperbolehkan seorang laki-laki untuk menikahi empat orang perempuan saja.

Ketika itu, Umar pun berkata kepada laki-laki tadi : “Manakah di antara kedua perkara tadi yang lebih kamu kuasai sehingga menghasilkan jawaban yang sangat mengesankan ini? Apakah karena memang kamu memahami permasalahan keduanya? Atau, hanya karena dorongan perintah karena kamu harus memberikan hukum kepada mereka? Demi Alloh, seandainya kamu dapat selalu memahami dan menghukumi setiap permasalahan, maka aku akan mengangkatmu untuk menjadi hakim di kota Bashrah.

Posting Komentar untuk "Keperluan Biologis Suami dan Praktik Poligami"