Hukum Laki-laki Perempuan Bertemu di Luar Rumah
Ketika Pemuda-Pemudi Bertemu di Luar Rumah
P : Apakah seorang anak perempuan diperbolehkan untuk keluar rumah dengan seorang pemuda yang bukan muhrimnya, atau duduk-duduk di tempat-tempat umum seperti kasino dan klub-klub, atau tempat-tempat semacamnya. Apakah perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan maksiat?
J : Saya sangat sedih sekali mendengar pertanyaan ini. Saya sangat menyayangkan sekali, sepertinya dalam mempertanyakan persoalan ini pemuda tersebut tidak mengetahui hukum, karena ia terlalu bersikap rasionalis dan aksiomatis.
Ketahuilah wahai putra-putriku, para pemuda yang memegang teguh ajaran agamanya akan menolak untuk menikahi perempuan-perempuan yang dengan mudah diajak keluar oleh laki-laki. Sekalipun, tidak sedikit juga laki-laki yang tidak memegang ajaran agamanya untuk menikahi mereka. Akan tetapi, dari dalam hati kecil mereka pasti terdapat keraguan terhadap istrinya, sehingga suatu saat keraguan tersebut dapat menghancurkan bangunan rumah tangga mereka.
Oleh karena itu, tidak heran rasanya seandainya Anda menemukan banyak sekali kasus pernikahan yang berakhir dengan cara yang sangat memilukan.
Permasalahan percampuran antara laki-laki dan perempuan bukan hal yang dapat dianggap rasional maupun natural terjadi. Sebenarnya, permasalahan ini ada semenjak zaman dahulu. Tepatnya, ketika Alloh berbicara tentang kisah Nabi Musa dan Nabi Syu’aib. Saya berpendapat bahwa seorang pemudi hanya dapat keluar dari rumahnya untuk mengerjakan sesuatu karena keterpaksaan dan dorongan kebutuhan yang tidak dapat dielakkan.
Di sini, saya akan memperdengarkan firman Alloh yang berbunyi : “Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata : “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?”. Kedua wanita itu menjawab : “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.”
Kami yang menyebutkan bahwa seorang ayah telah lanjut usia menunjukkan bahwa kedua pemudi tersebut keluar dari rumahnya karena didorong oleh kebutuhan hidup. Problem itulah yang menyebabkan keduanya harus berbaur dengan kaum laki-laki. Tidak hanya itu, statement mereka diperkuat oleh perkataan : “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya). “Bahkan, bukan hanya kebutuhan hidup saja yang mendorong mereka untuk melakukan hal tersebut. Akan tetapi, mereka mengatakan. “Sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.” Dan pada saat itulah akhirnya seorang laki-laki melakukan perannya dalam bersosial. “Maka, Musa pun memberikan minum untuk hewan ternak kedua putrid Syu’aib tersebut.
Ayat diatas dapat memberikan pelajaran kepada kita bahwa ketika seorang laki-laki melihat kesulitan yang sedang dialami oleh seorang perempuan, hendaknya seorang laki-laki mengulurkan tangannya untuk membantu mereka, sehingga mereka dapat kembali ke kodratnya yang semula. Seorang pemudi atau perempuan dewasa yang terpaksa melakukan pekerjaan berat ini hendaknya berusaha mencari solusi yang tepat agar keluar dari kesulitan tersebut, seperti perkataan putri Syu’aib kepada ayahnya : “Wahai bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.”
Dan ternyata, putrinyalah yang telah memberikan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah yang sangat penting ini. Artinya, kita tidak pernah melarang kaum perempuan untuk bekerja di luar rumah. Hanya saja, akan lebih baik seandainya mereka bekerja dalam pengawasan keluarganya. Sekalipun, misalnya ia tetap harus bekerja di tengah-tengah masyarakat, hendaknya ia dapat menjaga kesopanan, tenang dan selalu mengedepankan keseimbangan. Jangan sampai pembolehan dirinya untuk keluar rumah dipergunakan sebagai sarana untuk bergaul dengan laki-laki sekehendak hatinya.
Katakanlah, secara terpaksa perempuan harus terjun di dunia luar karena tidak ada kaum laki-laki yang mampu dalam bidang tersebut atau tidak ada laki-laki lagi di dunia ini sehingga yang tinggal hanyalah kaum perempuan untuk mengarungi dan mengatasi kebutuhan hidup ini. Lalu, apa hubungannya antara keluar untuk bekerja dengan mempergunakan dandanan dan hiasan yang berlebihan? Apa hubungan antara ini dan ini?
Kita mengatakan bahwa seorang pemudi yang keluar rumah untuk menuntut ilmu, terpaksa berbaur dengan kaum laki-laki demi tercapainya cita-cita yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Lalu, mengapa kita sering melihat pemuda-pemudi menjadikan lapangan kampus sebagai sarana untuk mengekspos perhiasan dan dandanan mereka? Mereka memakai pakaian yang paling bagus. Sekali lagi saya katakana, apakah ilmu tidak akan di dapat kecuali dengan memperlihatkan dada mereka? Mereka sering memamerkan bentuk payudara mereka yang terbalut dalam pakaian yang ketat. Apakah ilmu hanya dapat diperoleh dengan mempergunakan pakaian yang tangannya terbuka? Apakah ilmu hanya akan diperoleh dengan pakaian yang tembus pandang?
Kita dapat mengatakan bahwa tingkah laki para pemudi tersebut secara tidak langsung ingin menunjukkan keberadaan mereka kepada laki-laki. Ketika seorang perempuan telah mempergunakan perhiasan dan dandanan secara berlebihan di luar rumahnya berarti ia telah terus mendesak laki-laki agar melihat dirinya. Artinya, seolah-olah perempuan-perempuan tersebut berkata : “Lihatlah kemari, aku di sini!”
Dan sebenarnya, pemuda tidak meminta ada orang yang bersedia membangkitkan keinginan seksualnya. Para pemuda hanya membutuhkan penyejuk dan bukan perempuan yang membangkitkan gairahnya. Wahai manusia, bedakanlah antara perbuatan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan godaan yang mengiringi hidup ini.
P : Apakah seorang anak perempuan diperbolehkan untuk keluar rumah dengan seorang pemuda yang bukan muhrimnya, atau duduk-duduk di tempat-tempat umum seperti kasino dan klub-klub, atau tempat-tempat semacamnya. Apakah perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan maksiat?
J : Saya sangat sedih sekali mendengar pertanyaan ini. Saya sangat menyayangkan sekali, sepertinya dalam mempertanyakan persoalan ini pemuda tersebut tidak mengetahui hukum, karena ia terlalu bersikap rasionalis dan aksiomatis.
Ketahuilah wahai putra-putriku, para pemuda yang memegang teguh ajaran agamanya akan menolak untuk menikahi perempuan-perempuan yang dengan mudah diajak keluar oleh laki-laki. Sekalipun, tidak sedikit juga laki-laki yang tidak memegang ajaran agamanya untuk menikahi mereka. Akan tetapi, dari dalam hati kecil mereka pasti terdapat keraguan terhadap istrinya, sehingga suatu saat keraguan tersebut dapat menghancurkan bangunan rumah tangga mereka.
Oleh karena itu, tidak heran rasanya seandainya Anda menemukan banyak sekali kasus pernikahan yang berakhir dengan cara yang sangat memilukan.
Permasalahan percampuran antara laki-laki dan perempuan bukan hal yang dapat dianggap rasional maupun natural terjadi. Sebenarnya, permasalahan ini ada semenjak zaman dahulu. Tepatnya, ketika Alloh berbicara tentang kisah Nabi Musa dan Nabi Syu’aib. Saya berpendapat bahwa seorang pemudi hanya dapat keluar dari rumahnya untuk mengerjakan sesuatu karena keterpaksaan dan dorongan kebutuhan yang tidak dapat dielakkan.
Di sini, saya akan memperdengarkan firman Alloh yang berbunyi : “Dan tatkala ia sampai di sumber air negeri Madyan ia menjumpai di sana sekumpulan orang yang sedang meminumkan (ternaknya), dan ia menjumpai di belakang orang banyak itu, dua orang wanita yang sedang menghambat (ternaknya). Musa berkata : “Apakah maksudmu (dengan berbuat begitu)?”. Kedua wanita itu menjawab : “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya), sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.”
Kami yang menyebutkan bahwa seorang ayah telah lanjut usia menunjukkan bahwa kedua pemudi tersebut keluar dari rumahnya karena didorong oleh kebutuhan hidup. Problem itulah yang menyebabkan keduanya harus berbaur dengan kaum laki-laki. Tidak hanya itu, statement mereka diperkuat oleh perkataan : “Kami tidak dapat meminumkan (ternak kami), sebelum penggembala-penggembala itu memulangkan (ternaknya). “Bahkan, bukan hanya kebutuhan hidup saja yang mendorong mereka untuk melakukan hal tersebut. Akan tetapi, mereka mengatakan. “Sedang bapak kami adalah orang tua yang telah lanjut umurnya.” Dan pada saat itulah akhirnya seorang laki-laki melakukan perannya dalam bersosial. “Maka, Musa pun memberikan minum untuk hewan ternak kedua putrid Syu’aib tersebut.
Ayat diatas dapat memberikan pelajaran kepada kita bahwa ketika seorang laki-laki melihat kesulitan yang sedang dialami oleh seorang perempuan, hendaknya seorang laki-laki mengulurkan tangannya untuk membantu mereka, sehingga mereka dapat kembali ke kodratnya yang semula. Seorang pemudi atau perempuan dewasa yang terpaksa melakukan pekerjaan berat ini hendaknya berusaha mencari solusi yang tepat agar keluar dari kesulitan tersebut, seperti perkataan putri Syu’aib kepada ayahnya : “Wahai bapakku, ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya.”
Dan ternyata, putrinyalah yang telah memberikan solusi yang tepat untuk mengatasi masalah yang sangat penting ini. Artinya, kita tidak pernah melarang kaum perempuan untuk bekerja di luar rumah. Hanya saja, akan lebih baik seandainya mereka bekerja dalam pengawasan keluarganya. Sekalipun, misalnya ia tetap harus bekerja di tengah-tengah masyarakat, hendaknya ia dapat menjaga kesopanan, tenang dan selalu mengedepankan keseimbangan. Jangan sampai pembolehan dirinya untuk keluar rumah dipergunakan sebagai sarana untuk bergaul dengan laki-laki sekehendak hatinya.
Katakanlah, secara terpaksa perempuan harus terjun di dunia luar karena tidak ada kaum laki-laki yang mampu dalam bidang tersebut atau tidak ada laki-laki lagi di dunia ini sehingga yang tinggal hanyalah kaum perempuan untuk mengarungi dan mengatasi kebutuhan hidup ini. Lalu, apa hubungannya antara keluar untuk bekerja dengan mempergunakan dandanan dan hiasan yang berlebihan? Apa hubungan antara ini dan ini?
Kita mengatakan bahwa seorang pemudi yang keluar rumah untuk menuntut ilmu, terpaksa berbaur dengan kaum laki-laki demi tercapainya cita-cita yang sangat penting dalam dunia pendidikan. Lalu, mengapa kita sering melihat pemuda-pemudi menjadikan lapangan kampus sebagai sarana untuk mengekspos perhiasan dan dandanan mereka? Mereka memakai pakaian yang paling bagus. Sekali lagi saya katakana, apakah ilmu tidak akan di dapat kecuali dengan memperlihatkan dada mereka? Mereka sering memamerkan bentuk payudara mereka yang terbalut dalam pakaian yang ketat. Apakah ilmu hanya dapat diperoleh dengan mempergunakan pakaian yang tangannya terbuka? Apakah ilmu hanya akan diperoleh dengan pakaian yang tembus pandang?
Kita dapat mengatakan bahwa tingkah laki para pemudi tersebut secara tidak langsung ingin menunjukkan keberadaan mereka kepada laki-laki. Ketika seorang perempuan telah mempergunakan perhiasan dan dandanan secara berlebihan di luar rumahnya berarti ia telah terus mendesak laki-laki agar melihat dirinya. Artinya, seolah-olah perempuan-perempuan tersebut berkata : “Lihatlah kemari, aku di sini!”
Dan sebenarnya, pemuda tidak meminta ada orang yang bersedia membangkitkan keinginan seksualnya. Para pemuda hanya membutuhkan penyejuk dan bukan perempuan yang membangkitkan gairahnya. Wahai manusia, bedakanlah antara perbuatan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik dan godaan yang mengiringi hidup ini.
Posting Komentar untuk "Hukum Laki-laki Perempuan Bertemu di Luar Rumah"