Bagaimana Hukum Azan bagi Perempuan?
Hukum Azan bagi Perempuan
P : Apakah seorang perempuan diperbolehkan untuk melakukan azan apabila tidak ada orang lain yang melakukannya?
J : Salah satu syarat untuk menjadi seorang muadzin adalah harus dari kalangan laki-laki karena pekerjaan azan adalah salah satu posisi yang diperuntukkan bagi kaum laki-laki. Sama seperti memegang tampuk kepemimpinan dan hukum tertinggi.
Rasululloh SAW bersabda : “Ambillah seorang imam yang paling baik dalam membaca Al-Qur’annya untuk memimpin shalat kalian. Seandainya tingkatan mereka dalam membaca Al-Qur’an sama, maka dahulukanlah orang yang paling mengetahui sunah.
Seandainya, pengetahuan mereka dalam sunah sama, maka dahulukanlah orang yang dulu melakukan hijrah. Seandainya mereka melakukan hijrah secara bersamaan, maka dahulukanlah yang umurnya lebih tua. Janganlah sekali-kali kalian memberikan kepercayaan secara penuh kepada orang lain dalam mengurus segala permasalahan kalian dan janganlah kalian duduk diatas bangku yang hanya dikhususkan untuk seseorang, kecuali atas izin orang tersebut.”
Oleh karena itu, seorang perempuan tidak diperbolehkan untuk mengumandangkan azan. Karena, seandainya ia mengangkat suaranya, maka ia telah melakukan dosa. Sebaliknya, seandainya ia tidak mengeraskan suara, maka ia telah meninggalkan sunah Rasululloh untuk meninggikan suara dalam berazan. Di samping itu, azan juga tidak pernah dilakukan oleh seorang perempuan di masa lalu. Seandainya ia tetap melakukan azan, maka sah azannya. Hanya saja, ia telah melakukan dosa. Seandainya azannya tersebut diperuntukkan bagi perempuan, maka hal tersebut diperbolehkan. Sekalipun, tidak dianjurkan.
Di dalam buku fikih empat mazhab dituliskan bahwa syarat-syarat seorang muadzin adalah pertama, seorang muslim. Maka, seorang non muslim tidak sah azannya. Kedua, yang sehat akalnya. Oleh karena itu, orang gila, mabuk, atau ayan, tidak sah azannya. Ketiga, laki-laki. Maka, seorang perempuan atau banci tidak sah untuk melakukannya. Dan syarat-syarat tersebut telah menjadi kesepakatan tiga ulama besar Islam, selain kalangan ulama Hanafiyyah. Kalangan ini mengatakan bahwa syarat-syarat diatas bukan merupakan syarat sahnya azan. Oleh karena itu, seorang perempuan diperbolehkan untuk melakukan azan.
P : Apakah seorang perempuan diperbolehkan untuk melakukan azan apabila tidak ada orang lain yang melakukannya?
J : Salah satu syarat untuk menjadi seorang muadzin adalah harus dari kalangan laki-laki karena pekerjaan azan adalah salah satu posisi yang diperuntukkan bagi kaum laki-laki. Sama seperti memegang tampuk kepemimpinan dan hukum tertinggi.
Rasululloh SAW bersabda : “Ambillah seorang imam yang paling baik dalam membaca Al-Qur’annya untuk memimpin shalat kalian. Seandainya tingkatan mereka dalam membaca Al-Qur’an sama, maka dahulukanlah orang yang paling mengetahui sunah.
Seandainya, pengetahuan mereka dalam sunah sama, maka dahulukanlah orang yang dulu melakukan hijrah. Seandainya mereka melakukan hijrah secara bersamaan, maka dahulukanlah yang umurnya lebih tua. Janganlah sekali-kali kalian memberikan kepercayaan secara penuh kepada orang lain dalam mengurus segala permasalahan kalian dan janganlah kalian duduk diatas bangku yang hanya dikhususkan untuk seseorang, kecuali atas izin orang tersebut.”
Oleh karena itu, seorang perempuan tidak diperbolehkan untuk mengumandangkan azan. Karena, seandainya ia mengangkat suaranya, maka ia telah melakukan dosa. Sebaliknya, seandainya ia tidak mengeraskan suara, maka ia telah meninggalkan sunah Rasululloh untuk meninggikan suara dalam berazan. Di samping itu, azan juga tidak pernah dilakukan oleh seorang perempuan di masa lalu. Seandainya ia tetap melakukan azan, maka sah azannya. Hanya saja, ia telah melakukan dosa. Seandainya azannya tersebut diperuntukkan bagi perempuan, maka hal tersebut diperbolehkan. Sekalipun, tidak dianjurkan.
Di dalam buku fikih empat mazhab dituliskan bahwa syarat-syarat seorang muadzin adalah pertama, seorang muslim. Maka, seorang non muslim tidak sah azannya. Kedua, yang sehat akalnya. Oleh karena itu, orang gila, mabuk, atau ayan, tidak sah azannya. Ketiga, laki-laki. Maka, seorang perempuan atau banci tidak sah untuk melakukannya. Dan syarat-syarat tersebut telah menjadi kesepakatan tiga ulama besar Islam, selain kalangan ulama Hanafiyyah. Kalangan ini mengatakan bahwa syarat-syarat diatas bukan merupakan syarat sahnya azan. Oleh karena itu, seorang perempuan diperbolehkan untuk melakukan azan.
Posting Komentar untuk "Bagaimana Hukum Azan bagi Perempuan?"