Sifat Berani Sebagai Akhlak Terpuji
Berani ialah suatu sifat yang menjadikan seorang bisa menghadapi kesulitan atau bahaya di saat diperlukan.
Seseorang yang melihat ada bahaya yang akan menimpa dirinya, keluarganya atau bangsanya maka ia tampil ke muka menangkis bahayanya itu dengan tabah, ia adalah seorang yang berani.
Berbuat dengan perhitungan yang tepat di saat yang diperlukan berani namanya. Berani bukanlah soal takut (berhati-hati) dan mundur, berbuat atau tidak.
Berani terletak pada pandai mengendalikan diri dan matangnya pertimbangan lantas berbuat dengan perhitungan yang tepat di saat yang diperlukan dengan tabah.
Bukan seperti dikatakan orang “berani babi”. Bukanlah berani namanya, maju terus tanpa perhitungan. Buruk baik yang diperbuat menjadi dasar pertimbangan untuk mengatakan seorang berani atau tidak.
Berbuat maksiat, mencuri, berzina, berjudi, membunuh, dan merampok, bukanlah berani namanya. Tidak berbuat demikian bukan penakut, tetapi itulah yang berani. Berani menahan dan mengendalikan diri walaupun betapa beratnya. Mundur ditempatnya dan disaatnya begitu juga maju dengan pertimbangan yang tepat itulah yang berani namanya.
Sukarno-Hatta umpamanya memproklamasikan Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 sesudah memperhitungkan bahwa saat itulah yang tepat. Bahaya yang akan datang sudah diperhitungkan. Pengorbanan sudah dihadang. Kemerdekaan pasti jauh lebih besar artinya buat bangsa Indonesia dari segala pengorbanan yang dihadapi. Itulah berani namanya.
Setelah pertimbangan dengan mantap dan putusan sudah ditetapkan orang harus bertekad bulat menjalankannya. Itulah yang disebut “azimah”. Firman Alloh SWT.
Surat Ali ‘Imran ayat 159
Maknanya :
“Sesudah diputuskan “azimah” berserah dirilah kepada Alloh. Alloh mengasihi (membela) orang-orang yang berserah diri itu”.
Azimah (tekad bulat) tentu saja sesudah segala pertimbangan dan perhitungan buruk baik, untung rugi, berapa pengorbanan dan sampai di mana kemenangan yang akan diperoleh.
Berani dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Berani jasmaniah
2. Berani rohaniah
1. Berani jasmaniah
Tentara yang berjuang di medan laga, petugas pemadam kebakaran memadamkan gejolak api, karyawan tambang, penyelam lautan untuk mengambil mutiara, juru mudi kapal di tengah laut yang menggunung gelombangnya, mereka adalah orang-orang yang berani. Sebagai ciri-ciri keberaniannya ialah tidak gugup menghadapi kesulitan dan mara bahaya. Tetap tenang dan mengambil putusan yang tepat. Tidak resah gelisah. Orang yang resah gelisah menghadapi kesulitan sehingga tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan, itu orang penakut, bukan orang berani namanya. Beriak tanda tak dalam, bergelombang tanda tak penuh.
Diriwayatkan Abdul Malik bin Marwan sampai kepadanya berita terbunuhnya Ibnu Ziat, hancur tentaranya, Ibnu Zubir musuhnya masuk palestina, pemberontakan di Damaskus, dan berangkatnya raja Roma ke Syam. Lima berita sedih yang datangnya serentak. Abdul Malik bin Marwan tetap tenang tidak resah gelisah. Palestina direbut kembali. Pemberontakan di Damaskus diamankannya. Tidak gugup menghadapi kesulitan merupakan ciri keberanian.
2. Keberanian rohaniah (moral)
Berani karena benar takut karena salah itulah keberanian moral. Berani mengatakan yang benar itu benar yang salah itu salah. Apa yang akan terjadi sikap itu ia berani menghadapinya. Ia tidak takut ancaman penguasa, celaan dan caci maki masyarakat sekitarnya. Yang salah tetap ia katakan salah. Yang salah tetap ia katakan salah. Yang benar tetap dipertahankannya. Alloh memuji orang yang tetap pendirian itu. Firman Alloh SWT.
Surat Al-An’am ayat 116
Maknanya :
“Dan jika kamu mengikuti kebanyakan (pendapat) orang di muka bumi niscaya mereka menyesatkan kamu dari jalan Alloh. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Alloh).
Dalam sejarah banyak sekali contoh-contoh orang yang berani berkata benar walaupun untuk itu ia mengorbankan harta bendanya bahkan jiwanya. Ia berani berbuat demikian karena ia lebih cinta kepada kebenaran daripada harta dan jiwanya.
Nabi-nabi, rasul-rasul Alloh, syuhada, ulama-ulama, filsuf-filsuf, dapat dijadikan contoh dalam hal ini.
Nabi Muhammad SAW, sendiri waktu dibujuk oleh pamannya Abu Thalib agar berhenti berdakwah menyampaikan wahyu Alloh berkata, “Ya pamanku Demi Alloh sekira mereka kaum musyrikin itu meletakkan matahari di kananku dan bulan di kiriku untuk mencegah aku melakukan tugasku, aku tidak akan berhenti sehingga Alloh membuktikan kebenarannya atau aku tidak sendiri korban”.
Khalid bin Walid seorang Jenderal besar dalam sejarah perkembangan Islam. Ia telah memimpin pertempuran-pertempuran dahsyat. Mengalahkan Rum dan Persi. Ia pula yang menaklukan Syam dan Irak. Ia yang mengalahkan orang-orang murtab dari qabilah-qabilah Arab dan mengembalikan mereka ke jalan Alloh. Waktu Malakul Maut akan mencabut jiwanya ia berkata “Aku sudah berperang lebih seratus kali”. Tidak ada lagi satu jengkal pun dari tubuhku yang tidak kena tusuk. Sekarang aku akan mati di tempat tidurku sebagai matinya seorang keledai yang tidak mendapat perhatian orang. Tidak ada satu amal yang lebih aku sukai selain kalimat “Laa Ilaha Illallah”.
Itulah Khalid bin Walid yang lebih suka mati dalam medan laga. Itulah jiwa yang berani.
Ibnu Rusy’d seorang filsuf terkenal yang tetap menyebarkan buah pikirannya. Ia mendapat tantangan yang berat. Dipenjara dan dibuang sampai meninggal tahun 595 H.
Ibnu Taimiyah seorang ulama besar yang meninggal tahun 768 H, banyak berbeda pendapatnya dengan ulama-ulama lain semasanya. Ia difitnah. Sultan lantas memasukkannya ke dalam penjara.
Dari penjara Ibnu Taimiyah tetap menulis buah pikirannya (mazhabnya) dan tetap membantahnya segala dalil-dalil (pendirian) orang-orang yang menentangnya., orang-orang yang tidak sependirian dengan dia.
Sokrates seorang filsuf besar Yunani waktu ia berumur 70 tahun dituduh mengingkari Tuhan orang Yunani dan menyesatkan pemuda-pemudanya. Lantas ia dijatuhi hukuman mati dengan meminum racun. Ia sebenarnya bisa dilepaskan dari hukuman itu jika ia mau berjanji akan merubah pendiriannya. Sokrates tetap dalam pendiriannya. Ia menjalani hukuman meminum racun dengan tenang tahun 399 SM.
Banyak lagi contoh pemimpin-pemimpin dan pejuang-pejuang yang rela menderita untuk kebahagiaan bangsanya, seperti Gandhi, Bung Hatta, dan lain-lain.
Keberanianlah yang menjadi sebab Indonesia merdeka. Begitulah sifat benar telah banyak membawa bangsa-bangsa lain ke tingkat kemajuan dalam ilmu dan teknologi. Terbang ke bulan mengarungi ruang angkasa, menjelajah ke kutub utara, menyelam ke dasar laut dan lain-lain hasil dari sifat berani.
Seseorang yang melihat ada bahaya yang akan menimpa dirinya, keluarganya atau bangsanya maka ia tampil ke muka menangkis bahayanya itu dengan tabah, ia adalah seorang yang berani.
Berbuat dengan perhitungan yang tepat di saat yang diperlukan berani namanya. Berani bukanlah soal takut (berhati-hati) dan mundur, berbuat atau tidak.
Berani terletak pada pandai mengendalikan diri dan matangnya pertimbangan lantas berbuat dengan perhitungan yang tepat di saat yang diperlukan dengan tabah.
Bukan seperti dikatakan orang “berani babi”. Bukanlah berani namanya, maju terus tanpa perhitungan. Buruk baik yang diperbuat menjadi dasar pertimbangan untuk mengatakan seorang berani atau tidak.
Berbuat maksiat, mencuri, berzina, berjudi, membunuh, dan merampok, bukanlah berani namanya. Tidak berbuat demikian bukan penakut, tetapi itulah yang berani. Berani menahan dan mengendalikan diri walaupun betapa beratnya. Mundur ditempatnya dan disaatnya begitu juga maju dengan pertimbangan yang tepat itulah yang berani namanya.
Sukarno-Hatta umpamanya memproklamasikan Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945 sesudah memperhitungkan bahwa saat itulah yang tepat. Bahaya yang akan datang sudah diperhitungkan. Pengorbanan sudah dihadang. Kemerdekaan pasti jauh lebih besar artinya buat bangsa Indonesia dari segala pengorbanan yang dihadapi. Itulah berani namanya.
Setelah pertimbangan dengan mantap dan putusan sudah ditetapkan orang harus bertekad bulat menjalankannya. Itulah yang disebut “azimah”. Firman Alloh SWT.
Surat Ali ‘Imran ayat 159
فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ (١٥٩)
Maknanya :
“Sesudah diputuskan “azimah” berserah dirilah kepada Alloh. Alloh mengasihi (membela) orang-orang yang berserah diri itu”.
Azimah (tekad bulat) tentu saja sesudah segala pertimbangan dan perhitungan buruk baik, untung rugi, berapa pengorbanan dan sampai di mana kemenangan yang akan diperoleh.
Berani dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu :
1. Berani jasmaniah
2. Berani rohaniah
1. Berani jasmaniah
Tentara yang berjuang di medan laga, petugas pemadam kebakaran memadamkan gejolak api, karyawan tambang, penyelam lautan untuk mengambil mutiara, juru mudi kapal di tengah laut yang menggunung gelombangnya, mereka adalah orang-orang yang berani. Sebagai ciri-ciri keberaniannya ialah tidak gugup menghadapi kesulitan dan mara bahaya. Tetap tenang dan mengambil putusan yang tepat. Tidak resah gelisah. Orang yang resah gelisah menghadapi kesulitan sehingga tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan, itu orang penakut, bukan orang berani namanya. Beriak tanda tak dalam, bergelombang tanda tak penuh.
Diriwayatkan Abdul Malik bin Marwan sampai kepadanya berita terbunuhnya Ibnu Ziat, hancur tentaranya, Ibnu Zubir musuhnya masuk palestina, pemberontakan di Damaskus, dan berangkatnya raja Roma ke Syam. Lima berita sedih yang datangnya serentak. Abdul Malik bin Marwan tetap tenang tidak resah gelisah. Palestina direbut kembali. Pemberontakan di Damaskus diamankannya. Tidak gugup menghadapi kesulitan merupakan ciri keberanian.
2. Keberanian rohaniah (moral)
Berani karena benar takut karena salah itulah keberanian moral. Berani mengatakan yang benar itu benar yang salah itu salah. Apa yang akan terjadi sikap itu ia berani menghadapinya. Ia tidak takut ancaman penguasa, celaan dan caci maki masyarakat sekitarnya. Yang salah tetap ia katakan salah. Yang salah tetap ia katakan salah. Yang benar tetap dipertahankannya. Alloh memuji orang yang tetap pendirian itu. Firman Alloh SWT.
Surat Al-An’am ayat 116
Maknanya :
“Dan jika kamu mengikuti kebanyakan (pendapat) orang di muka bumi niscaya mereka menyesatkan kamu dari jalan Alloh. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Alloh).
Dalam sejarah banyak sekali contoh-contoh orang yang berani berkata benar walaupun untuk itu ia mengorbankan harta bendanya bahkan jiwanya. Ia berani berbuat demikian karena ia lebih cinta kepada kebenaran daripada harta dan jiwanya.
Nabi-nabi, rasul-rasul Alloh, syuhada, ulama-ulama, filsuf-filsuf, dapat dijadikan contoh dalam hal ini.
Nabi Muhammad SAW, sendiri waktu dibujuk oleh pamannya Abu Thalib agar berhenti berdakwah menyampaikan wahyu Alloh berkata, “Ya pamanku Demi Alloh sekira mereka kaum musyrikin itu meletakkan matahari di kananku dan bulan di kiriku untuk mencegah aku melakukan tugasku, aku tidak akan berhenti sehingga Alloh membuktikan kebenarannya atau aku tidak sendiri korban”.
Khalid bin Walid seorang Jenderal besar dalam sejarah perkembangan Islam. Ia telah memimpin pertempuran-pertempuran dahsyat. Mengalahkan Rum dan Persi. Ia pula yang menaklukan Syam dan Irak. Ia yang mengalahkan orang-orang murtab dari qabilah-qabilah Arab dan mengembalikan mereka ke jalan Alloh. Waktu Malakul Maut akan mencabut jiwanya ia berkata “Aku sudah berperang lebih seratus kali”. Tidak ada lagi satu jengkal pun dari tubuhku yang tidak kena tusuk. Sekarang aku akan mati di tempat tidurku sebagai matinya seorang keledai yang tidak mendapat perhatian orang. Tidak ada satu amal yang lebih aku sukai selain kalimat “Laa Ilaha Illallah”.
Itulah Khalid bin Walid yang lebih suka mati dalam medan laga. Itulah jiwa yang berani.
Ibnu Rusy’d seorang filsuf terkenal yang tetap menyebarkan buah pikirannya. Ia mendapat tantangan yang berat. Dipenjara dan dibuang sampai meninggal tahun 595 H.
Ibnu Taimiyah seorang ulama besar yang meninggal tahun 768 H, banyak berbeda pendapatnya dengan ulama-ulama lain semasanya. Ia difitnah. Sultan lantas memasukkannya ke dalam penjara.
Dari penjara Ibnu Taimiyah tetap menulis buah pikirannya (mazhabnya) dan tetap membantahnya segala dalil-dalil (pendirian) orang-orang yang menentangnya., orang-orang yang tidak sependirian dengan dia.
Sokrates seorang filsuf besar Yunani waktu ia berumur 70 tahun dituduh mengingkari Tuhan orang Yunani dan menyesatkan pemuda-pemudanya. Lantas ia dijatuhi hukuman mati dengan meminum racun. Ia sebenarnya bisa dilepaskan dari hukuman itu jika ia mau berjanji akan merubah pendiriannya. Sokrates tetap dalam pendiriannya. Ia menjalani hukuman meminum racun dengan tenang tahun 399 SM.
Banyak lagi contoh pemimpin-pemimpin dan pejuang-pejuang yang rela menderita untuk kebahagiaan bangsanya, seperti Gandhi, Bung Hatta, dan lain-lain.
Keberanianlah yang menjadi sebab Indonesia merdeka. Begitulah sifat benar telah banyak membawa bangsa-bangsa lain ke tingkat kemajuan dalam ilmu dan teknologi. Terbang ke bulan mengarungi ruang angkasa, menjelajah ke kutub utara, menyelam ke dasar laut dan lain-lain hasil dari sifat berani.
Posting Komentar untuk "Sifat Berani Sebagai Akhlak Terpuji"